Asuransi TKI: Pemberi Janji dan Harapan Palsu

Beberapa waktu lalu petinggi APJATI dan KADIN beropini agar pemerintah mencabut moratorium TKI. Alasannya cukup pragmatis. Remitansi menurun secara signifikan sejak moratorium diberlakukan pada 2010 silam. Jika moratorium dicabut, kata mereka, remitansi bertambah dan membantu menyelamatkan perekonomian negara yang tengah terancam krisis ini.

Sudah adakah perlindungan memadai jika moratorium dicabut? Belum rupa-rupanya. Longoklah MoU antara Indonesia dan negara-negara tujuan penempatan, yang sebagian besar tak ada. Jikapun sudah ada, MoU Indonesia dan negara penempatan belum benar-benar memihak buruh migran. MoU Inonesia dengan Arab Saudi contohnya, baru akan dibahas kembali setelah sempat mandeg. Padahal penempatan buruh migran Indonesia di Saudi telah dilakukan bepuluh tahun lalu.

Optimalisasi perlindungan jalan ditempat karena selama ini perlindungan dan penempatan tak berjalan seiring. Pemerintah yang bertanggung jawab melindungi malah mempercayakan pada pihak swasta untuk penempatan buruh migran domestik yang rentan terhadap masalah. Kesan cuci tangan dari masalah kentara sekali di sini,  penempatan TKI malah dipercayakan pada Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS-dulu bernama PJTKI).

Sebagian besar buruh migran domestik direkrut lewat PPTKIS yang rentan terhadap pola perdagangan manusia. Merujuk pada data BNP2TKI, ada kurang lebih 556 dan 1183 kantor pusat kantor cabang dan pusat PPTKIS tahun 2012 yang menyebar di saantero Indonesia.[1] Itu yang mencatatkan diri dan memperoleh ijin rekrut. Sisanya masih banyak PPTKIS ilegal atau PPTKIS dengan ijin kadaluarsa yang tetap merekrut calon TKI.

Di awal perekrutan, buruh migran memang tidak akan menanggung beban finansial. Hanya saja setelah ditempatkan dan mulai bekerja, sejak gaji pertama hingga gaji ketujuh atau sembilan tidak menjadi hak bagi buruh migran lagi. Gaji dari majikan akan masuk ke agen dan kemudian disetorkan ke PPTKIS sebagai ganti biaya pendidikan dan uang makan semasa pra penempatan.

Memang mekanisme macam ini kelihatannya mudah karena calon TKI tak perlu mengurus dokumen-dokumen apapun, hanya tinggal berangkat. Namun di sisi lain, mekanisme penempatan macam ini tak ayal membebani calon TKI di akhir. Sementara itu informasi mengenai TKI Mandiri (TKI yang berangkat sendiri tidak melalui PPTKIS) jarang muncul dipermukaan. Website BNP2TKI, badan yang secara teknis mengurus TKI minim informasi soal TKI Mandiri.
Informasi Mengenai TKI Mandiri Tak Ditemukan


Regulasi Tak Tepat

Mulai merajalelanya perdagangan manusia lewat PPTKIS ini diawali dari Kepmen nomor 104A/2002. Kepmen yang fokus pada bisnis penempatan ini alpa terhadap sistem perlindungan bagi buruh migrannya sendiri. Menurut penelitian The Institute for Ecosoc Rights, keputusan menteri inilah yang memberikan otoritas pada PPTKIS untuk menempatkan buruh migran di sektor informal dan menghentikan pihak di luar PPTKIS untuk menempatkan buruh migran di sektor informal. [2]
Institute for Ecosoc juga mencatat bahwa kualitas pasal dan ayat yang ada dalam undang-undang tersebut tidak lebih dari 15 % memuat perlindungan.[3] Pasca Kepmen 104 A/2002, ada juga UU No.39 tahun 2004 yang diterbitkan. PPTKIS menjadi semakin gencar mencari dan menempatkan buruh migran, terutama di sektor-sektor domestik/ informal. Pemburu rente tertarik pada bisnis ini. Muncullah ratusan PPTKIS baru yang kemudian merekrut dan mendidik buruh migran tak sesuai standar.

Undang-undang yang kini dalam proses revisi tersebut dinilai oleh pegiat buruh migran lebih banyak mengatur kinerja PPTKIS. Banyak tanggung jawab pemerintah yang kemudian harus ditanggung oleh PPTKIS di sini. Meski beban pemerintah untuk melindungi buruh migrannya berat, namun kiranya lebih baik penempatan dan perlindungan buruh migran dilakukan pemerintah daripada PPTIKS yang mengejar untung saja.

Selain itu poin-poin yang membahas perlindungan bagi tenaga kerja tidak dikedepankan. UU No.39 tahun 2004 ini tidak mengatur perlindungan bagi buruh migran tak berdokumen dan tanpa prosedur. Ini tercermin dari Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 terkait siapa yang disebut TKI; bahwa TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.

Peneliti Ecosoc Rights dan Tifa Foundation juga menemukan bahwa undang-undang tersebut hanya terbatas pada pemulangan di daerah asal. Pasca penempatan tidak dianggap sebagai poin penting pembahasan, padahal buruh migran pasca penempatan masih perlu mendapatkan bimbingan. Hak-hak buruh migran pasca penempatan juga tak diakui meski ada buruh migran yang mendapat masalah seperti gaji tak dibayar majikan.

urun. Pendapatan masyarakat bertambah karena remitansi buruh migran meningkat. Padahal ada banyak sisi bahwa negara abai melindungi buruh migrannya. Pola rekrut buruk , kekerasan majikan, hingga kasus hukum acap kali kita dengar. Menurut data dari Kemenlu jumlah TKI yang terancam hukuman mati dan sedang dalam proses hukum mencapai 231 per Juli 2011-Juli 2013. [4] Buruh Migran di Arab Saudi dan Malaysia (negara yang terkena moratorium) berada di peringkat pertama dan kedua.

Reformasi Sistem Asuransi

Banyaknya jenis masalah yang mungkin dialami TKI menandaskan pentingnya jaminan asuransi kerja. Ketika berbicara asuransi, tak jarang dari kita langsung terarah pada mekanisme klaim asuransi. Tentu ihwal klaim ini sudah jamak dibicarakan orang. Coba ketik kata kunci klaim asuransi TKI di mesin pencari, maka muncul berita-berita yang menyatakan klaim asuransi yang ribet, rumit, dan lama.
Faktanya memang demikian. Pengurusan klaim asuransi TKI tak bisa langsung cepat selesai. Butuh waktu berbulan atau tahun untuk mendapat uang atas klaim yang diajukan. 

Laman Google Soal Klaim Asuransi TKI

Asuransi kerja bagi buruh migran ini tak luput dari berbagai masalah. Beberapa buruh migran melaporkan bahwa asuransi yang mereka beli kadang tak disertai dengan kwitansi. Pun demikian dengan polis asuransi yang tak disertakan ketika pembelian. Padahal dalam aturan asuransi, polis wajib diberikan kepada pengguna asuransi. Jikapun polis diberikan, format tulisan dalam polis yang didapat tak layak, karena menggunakan huruf-huruf kecil yang susah dibaca.

Jenis-jenis resiko yang ditanggung oleh pihak asuransi di Indonesia pun sebenarnya cukup banyak. Ada 13 jenis resiko dengan tertanggung buruh migran dan PPTKIS sendiri. Namun tak semua resiko-resiko tersebut bisa diterima begitu saja. Selama ini terjadi perdebatan untuk menentukan jenis resiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi. Misalnya resiko asuransi pada poin pemerkosaan dinilai tak tepat sasaran. Masalah pemerkosaaan tak bisa begitu saja selesai setelah uang asuransi turun. Karena bagaimanapun asuransi termasuk dalam tindak kriminal.

Apakah asuransi kerja TKI ini wajib? Perlu diketahui bahwa asuransi ini diklaim sebagai syarat wajib pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) sebagai bagian dari amanat undang-undang. Padahal jika menelaah kembali UU 39 tahun 2004, yang wajib membayar asuransi bukanlah buruh migran, namun PPTKIS. Prakteknya dalam pembuatan KTKLN, banyak TKI disuruh untuk membeli asuransi sebesar 400.000,-. Jelas pemaksaan macam ini merugikan TKI.

Mengutip ucapan Abdur Rahim Sitorus, pegiat LBH Yogyakarta, bahwa pungutan-pungutan yang bersifat memaksa seharusnya diatur dalam undang-undang tersendiri. Tak boleh peraturan turunannya. Dalam proses pembelian asuransi paksaan ini pun cacat hukum, karena satu orang tak bisa membeli dua asuransi untuk perlindungan yang sama. Buruh migran di Singapura dan Hong Kong misalnya telah diasuransikan majikan, namun di lapangan tetap saja ditarik untuk membeli asuransi sebagai syarat pembuatan KTKLN. Meski akhir-akhir ini muncul kemudian Permen baru yang menetapkan bahwa TKI re-entry tak wajib membeli asuransi sebagai syarat wajib KTKLN.

Selama ini asuransi TKI diurus oleh pihak swasta tergabung dalam konsorsium yang disahkan oleh BNP2TKI. Menteri Tengaja Kerja dan Transmigrasi mempunyai kewenangan untuk menunjuk konsorsium asuransi tersebut. Di dalam konsorsium itulah ada banyak perusahaan-perusahaan asuransi yang bisa dipilih oleh buruh migran. Banyaknya pengaduan proses klaim asuransi yang rumit beberapa waktu lalu menyebabkan Mahkamah Agung (MA) membubarkan konsorsium lama dalam Permen No.7 tahun 2010. Setelah itu giliran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencabut kewenangan konsorsium lama karena tak kompeten melaksanakan tugasnya di bulan Juli lalu. Anehnya baik MA ataupun OJK tak menyebutkan secara rigit di media massa alasan pembubaran konsorsium lama.

Tak berapa lama kemudian per 1 Agustus 2013 Muhaimin Iskandar selaku Menteri Tenaga Kerja sudah menetapkan konsorsium baru. Waktu yang terlalu singkat untuk membentuk konsorsium baru agar berjalan dengan baik. Penetapan konsorsium baru tersebut diatur dalam Kepmen baru. Selama ini konsorsium TKI yang katanya dibentuk untuk mempermudah nyatanya malah merugikan dan memberikan janji dan harapan palsu. Klaim asuransi yang diajukan pun ditangani oleh pialang atau perantara.

Rupa-rupanya pemerintah kita tak belajar dari sejarah karena masih saja menyerahkan asuransi buruh migran pada konsorsium berisi perusahaan swasta yang berorientasi untung saja. Asuransi di dalam negeri bagi pekerja migran memang bukan hal buruk. Hanya saja pengelolaan dan manajemen buruk menyebabkan urusan asuransi ini menjadi lahan basah yang menjadi incaran kaum rente. Mekanisme pembayaran asuransi untuk buruh migran laiknya perlu dibenahi sesegera mungkin. Jangan sampai asuransi malah merugikan buruh migran sendiri.

Pustaka
[1] Direktori Lembaga Penempatan PPTKIS Kantor Pusat dan Cabang PPTKIS Seluruh Indonesia Tahun 2012.
[2] P. Eko Prasetyohadi. 2010. Atase Tenaga Kerja dan Perlindungan TKI antara Indonesia-Singapura-Malaysia. Jakarta : Institute for Ecosoc Rights dan Tifa Foundation.
[3] Ibid
[4] Data Kemenlu Hasil Dari Permintaan Informasi Publik yang Dilakukan oleh Infest Yogyakarta 2013
**Sebenarnya saya kurang sreg dengan kesimpulannya. Saya juga tak membubuhkan teori-teori. Subyek bahasan ini terlalu melebar dan kurang fokus. Tulisan ini sebagai bentuk perlombaan iseng-iseng dengan Yuna saja. Satu lagi, judulnya agak alay :D

Komentar

Postingan Populer